iluhnuna

Secuil Momen Ramadan Yang Tak Terlupakan Si Mualaf

Posting Komentar
momen ramadan yang tak terlupakan

Kalian sudah berapa kali ketemu bulan ramadan? Kalau aku masih bisa dihitung jari. Kenapa begitu??? Ya begitulah. Baca aja kisah ini sampai habis.

Meski begitu ternyata aku memiliki juga momen ramadan yang tak terlupakan untuk diceritakan. Apalagi momen ramadan pertama kalinya. 

Banyak hal yang berbeda dan banyak hal baru juga yang harus terjadi dalam kehidupanku. Ini kayak perumpamaan yang lagi viral itu. 

Kalau kamu menyukai langit kamu harus suka dengan segala cuacanya. 

Karena aku sudah menentukan pilihan jadi ya aku harus siap dengan segala sesuatu di hadapanku. Meski itu tidak sesuai dengan apa yang aku suka.

Kisah Momen Ramadan Tak Terlupa

Ada beberapa momen menyenangkan dan tentu saja ada momen marah-marahnya. Ada kejadian yang sangat membekas sekali di ingatan bahkan masih sering juga aku jalani sampai saat ini. 

Setiap momen yang terjadi pada akhirnya mengukir kisah tersendiri. Ini adalah ceritaku tentang momen tersebut. 

Suamiku Adalah Imamku

Suami merupakan imam dalam keluarga. Begitulah katanya. Tugasnya membimbing istri agar selalu berada di jalan kebenaran. Bukan hanya soal agama tapi juga menyangkut kehidupan sosial di masyarakat.

suami adalah imam

Bukan hanya katanya tapi memang dalam hidupku suamiku adalah imamku. Karena dari awal dia sudah memikul tanggungjawab yang besar terhadap diriku. 

Mulai dari mengajari sholat sampai bacaannya. Belum lagi di momen ramadan ini ada yang namanya sholat taraweh. Jadi bisa dibilang aku adalah makmum yang bener-bener makmum. Tidak gerak kalau imamnya tidak bergerak juga.

Dalam hal agama suamiku tetaplah orang pertama tempat aku bertanya sekaligus orang yang selalu aku ajak berdebat agama. 

Aku tidak punya orang lain yang bisa mengajariku tentang agama. Ada sih bibinya suami tapi kan jauh.  Dulu sempet belajar hal-hal dasar tentang sholat saja. Kalau sekarang ketemunya pas mudik doang. 

Setelah menikah kami itu hidup mandiri. Agak jauh juga dari rumah bibi. Jadi siapa lagi yang bisa aku andalkan selain suami. 

Pernah setelah beberapa bulan menikah aku ditinggal tugas suami. Jadi ngga ada yang ngimamin sholat kan.

Dengan polosnya aku tulis itu bacaan sholat di kertas lalu aku taruh di atas sajadah. Jadi aku sholat sambil lihat contekan. Kalau diingat lagi ada rasa lucu juga. 

Ternyata momen-momen keterpaksaan seperti itu membuat aku lebih berproses. Meski tentu saja ada proses sedih, terluka dan menangisnya.

Ikut Keriuhan Mudik

Dulu mikirin mudik hanya ke satu tempat yaitu kampung suami. Biaya yang dikumpulkan juga hanya untuk pulang ke sana.

Kalau sekarang posisi merantaunya tidak strategis. Mikirin mudiknya harus ke dua tempat. Mudik ke kampung suami dan mudik ke kampungku. Giliran tiap tahun.

Biayanya tentu saja tidak sedikit. Apalagi jarak tempuh mudik ke kampungku harus menyebrangi selat. Mudik ke kampung suami juga butuh biaya yang kalau dihitung habisnya hampir sama saja. 

Ikut keriuhan mudik itu menyebalkan. Terlebih untuk aku yang tidak suka keramaian dan kekroditan. Duh bahasaku. Belum lagi tiket war. 

Bukan hanya konser K-pop yang mengharuskan kita untuk war tiket. Mudik juga dong.

Tapi momen libur panjang itu ya adanya pas lebaran. Kalau tidak pulang rindu kampung halaman. Ya begitulah derita anak rantau. Bekerja mengumpulkan uang untuk biaya pulang.

Pertama Kali Puasa Dan Sakitnya

Pertama kali puasa itu momen yang sangat mengejutkan. Layaknya anak kecil yang baru pertama kali puasa ada aja godaan yang tak tertahankan.

Tahun pertama ikut puasa itu tidak sanggup yang namanya lihat makanan apa lagi sekedar lihat air putih doang. Bawaannya keroncongan sekali. Apalagi disuruh masak menyiapkan menu berbuka. Sama sekali tidak sanggup.

Karena minim pengalaman akhirnya aku mengalami dehidrasi parah yang menimbulkan rasa sakit tepat di letaknya ginjal. Sungguh rasa sakitnya itu luar biasa. Ada perasaan marah dalam diri. Lalu siapa yang kena imbasnya kalau bukan suami.

Memang hidup itu butuh suatu kejadian untuk dijadikan pengalaman. Berbekal pengalaman itu aku jadi lebih aware tentang menjaga asupan minum saat puasa

Adaptasi diri juga semakin berkembang meski ketemunya setahun sekali. Puasa tahun kedua godaan melihat makanan itu sudah lebih teratasi. Bahkan sudah mulai bisa nyuapin anak tanpa tergoda. 

Akhirnya mulai terbiasa dan sampai di titik bisa masak menu buka puasa rumahan buat suami dan anak. 

Menyiapkan makan siang anak sampai nyuapin juga sudah aman terkendali. Tak ada lagi yang namanya tergoda.

Kesimpulan

Ada banyak momen ramadan yang tak terlupakan apalagi di momen pertama kali. Ada suka tentu saja ada sedihnya. Satu kombinasi yang tak bisa terpisahkan.

Ketika kita sudah menentukan pilihan maka kita harus bisa mengikuti segala konsekuensi dari pilihan tersebut. 

Hidup adalah pembelajaran. Ada banyak keterpaksaan yang harus kita jalani untuk membentuk diri menjadi lebih baik. 


De Eka
프라나와 엄마. KDrama Lovers. Jung Yong Hwa fans. Bucinnya Suga & Jekey!

Related Posts

Posting Komentar